DIALEK JAKARTA dalam BAHASA INDONESIA
Perkembangan bahasa Indonesia
tidak dapat dipisahkan dari perkembangan dialek Jakarta karena keduanya berasal
dari bahasa yang sama, yaitu bahasa Melayu, dan berkembang ditempat yang sama,
yaitu daerah/kota Jakarta, tempat yang sejak enam abad lalu telah menjadipusat
kekuasaan di bumi Nusantara
kita
.Meskipun berasal dari bahasa yang sama, namunada bedanya.Kalau dialek
Jakarta hanya merupakan dialek regional Melayu milik etnis Betawi yang lebih
bersifat lisan, sedangkan bahasa Indonesia berasal dari ragam bahasa Melayu
pustaka, yang telah diajarkan di sekolah-sekolah dan telah memiliki tradisi
tulis seperti dalam buku-buku yang diterbitkan oleh Balai Pustaka.
Perbadaan asal kemelayuan ini
menyebabkan terjadinya perbedaan fungsi antara dialek Jakarta dan bahasa
Indonesia. Kalau bahasa Indonesia berstatus sebagai bahasa formal yang
digunakan dalam situasi resmi
keindonesiaan, maka dialek Jakarta selain sebagai alat interaksi etnis Betawi,
juga berfungsi sebagai alat interaksi informasi masyarakat Indonesia di
Jakarta, dan kini mulai merambah ke luar Jakarta.
Karena berkembang di daerah yang
sama maka kedua bahasa ini (dialek Jakarta dan bahasa Indonesia) sama-sama
menerima pengaruh dari berbagai bahasa etnis lain yang ada di Jakarta, seperti
Cina, Belanda, Arab, Jawa, Sunda, dan sebagainya. Oleh karena itu, tidak heran
kalau, baik dalam dialek Jakarta maupun bahasa Indonesia banyak kita dapati
kata-kata dari berbagai bahasa itu seperti kata girik, setir, nyentrik, solat, iman, dan dongkrak.
Di
samping itu, dalam sejarah perkembangannya telah terjadi pula saling pengaruh
antara dialek Jakarta dan bahasa Indonesia. Sejauh mana pengaruh dialek Jakarta
dalam bahasa Indonesia, baiklah kita simak Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI
) sebagai sumber informasi kosa kata dan buku Pembentukan Kata Bahasa Indonesia
( PKBI ) sebagai sumber informasi ketatabahasaan.
Di dalam KBBI edisi III tahun
2001 buah lema ( kata kepala ) yang berasal dari daerah Jakarta. Pemasukan
kata-kata tersebut adalah berdasarkan bahwa kata-kata itu telah umum digunakan
dalam wacana tulis bahasa Indonesia. Jumlahnya memang tidak banyak, tetapi
kalau kita amati wacana lisan bahasa Indonesia, terutama dalam ragam informal
akan kita dapati lebih banyak lagi. Mengapa ? Karena sesuai dengan fungsinya,
dialek Jakarta itu merupakan salah satu ragam informal dan bahasa Indonesia.
Di dalam buku PKBI sejumlah
bentuk ketatabahasaan dialek Jakarta telah didaftarka sebagai bentuk
ketatabahasaan bahasa Indonesia (informal, nonbaku). Bentuk-bentuk tersebut
antara lain
1.
Penggunaan awalan sengau (N) seperti terdapat
pada kata ngopi, nyoba, nyuntik, ngebut,
dan nggonggong.
2.
Penggunaan akhiran –in seperti terdapat pada
kata doain, jagoin, satuin, dan bangunin.
3.
Penggunaan kombinasi imbuhan N-in, seperti pada
kata ngeduluin, nyobain, ngapain, dan
nggodain.
4.
Penggunaan akhiran –an seperti pada kata gedean, kampungan, pinteran, dan buruan.
5.
Penggunaan konfiks ke – an seperti pada kata kecolongan, kekenyangan, kepanjangan, dan
kebagusan.
Banyak guru
dan penyuluh bahasa yang tidak bisa menerima penggunaan alat ketatabahasaan
dialek Jakarta seperti di atas dalam bahasa Indonesia. Namun kehadirannya dalam
ragam informal bahasa Indonesia lisan tidak bisa dihindarkan atau ditiadakan.
Sesungguhnya potensi dialek
Jakarta untuk pengembangan kosa kata bahasa Indonesia masih dapat dimanfaatkan
sebab sampai kini kata-kata seperti dengdet,jarot, engget, jambak, engap, dan
bacin belum ada padanannyadalam bahasa Indonesia. Begitupun kata-kata
seperti contok, cepol, cetol, ciprat,
deblag, gatak, kelepak, sampok, dan tojos yany sinonimis berarti “memukul”
tetapi kalau dianalisis akan berbeda maknanya.Anda ingin tahu silakan lihat
Kamus Dialek Jakarta.(Intisari-Juni 2002)
sumber: http://alpounch.blogspot.com/2013/01/pengaruh-dialek-jakarta.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar