Minggu, 02 Juni 2013

Kesenjangan Budaya, Siapa yang Harus Disalahkan?





Ketika saya pulang ke rumah paman saya,yang berada jauh dari pusat kota.Saya bertemu dengan teman lama saya.Kami lama tidak bertemu karena memang saya jarang pulang,akhirnya kami berbincang bincang.Saat telah lama bercengkrama,saya melihat ia menggunakan HP yang menurut saya cukup mahal,yang tentunya memiliki segudang fitur yang mendukungnya.Sepengetahuan saya HP tersebut,memiliki fitur fitur yang lengkap seperti mp3,double camera,3G, dual card,dan internet.Saya tidak begitu heran ketika melihat ia memiliki  HP seperti itu,Karena memang ia adalah anak seorang juragan sapi yang terkenal kaya dikampung itu.Namun saya sedikit khawatir ia tidak bisa menggunakan  fitur fitur yang disediakan HP tersebut.
Kekhawatiran saya bukan tanpa alasan,karna Ia adalah tamatan madrasah  Ibtidaiyyah (setingkat SD),yang saya kira Ia tidak begitu mengerti mengenai fitur fitur di HP tersebut.Akhirnya kekhawatiran saya terbukti,saat saya memintanya untuk membuka fitur internet untuk mengakses akun facebook saya.Namun ia terlihat bingung dan seperti canggung,kemudian saya bertanya,”kenapa dul,kok kayak orang kebingungan gitu ?”Ia menjawab “emmbb,maaf luq,q ga begitu ngerti tentang HP ini,belajar make kameranya aja baru kemaren apalagi internet,3G atau apalah itu,q gak ngerti blass”.Kemudian saya bertanya lagi,”Lalu kenapa beli HP mahal-mahal, klo gak bisa makenya ?”,Ia menjawab “Ya,buat gaya-gayaan aja biar kelihatan gaul gitu”.Mendengar jawaban teman saya tadi,saya berfikir ,hanya karena untuk terlihat gaul atau semacamnya,ia rela membeli HP semahal itu.
Dari kasus diatas,kita bisa melihat adanya sebuah ironi yang terjadi di masyarakat kita. Di zaman globalisasi seperti ini dimana berbagai macam teknologi di ciptakan untuk mendukung dan membantu aktivitas manusia semakin banyak dan semakin beragam. Untuk memperoleh barang-barang tersebut juga bukan sebuah hal yang sulit. Dan dalam mengoperasikan alat-alat berteknologi canggih tersebut kita di tuntut untuk memiliki pengetahuan yang selalu up to date. Akan tetapi yang terjadi di masyarakat belum semuanya mampu untuk mengoperasikan akan tetapi oleh tuntutan untuk terlihat “gaul” seakan mengharuskan untuk memilikinya. Dan saya yakin kejadian seperti ini tidak hanya terjadi di kampung saya akan tetapi di daerah lain juga terjadi hal-hal seperti ini meskipun dalam bentuk lain.
Dalam teori culture lag disebutkan bahwa masyarakat merupakan sebuah system yang terdiri dari bagian bagian yang senantiasa mengalami perubahan. Akan tetapi setiap perubahan tidak selalu bersifat serentak meliputi seluruh bagian. Keterlambatan satu bagian harus di ikuti bagian lain.Culture lag menyebabkan elemen budaya berjalan lebih lambat atau bahkan belum siap atau tidak memiliki jawaban yang memuaskan terhadap perubahan pada elemen yang lain. Ketidak mampuan untuk melakukan penyesuaian itu menyebabkan terjadinya cultural lag atau ketertinggalan budaya.
Seharusnya dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dibarengi pula dengan pengetahuan untuk menggunakan teknologi tersebut.Sehingga tujuan untuk mempermudah dan membantu hidup manusia dapat tercapai.tidak semata mata untuk tujuan lain.
Mengacu pada teori culture lag, contoh di atas setidaknya memberikan kita gambaran,adanya kesenjangan budaya di masyarakat kita.Arus pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi di masyarakat perkotaan mungkin lebih merata di bandingkan masyarakat pedesaan. Pada masyarakat kota , pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi cukup merata karena didukung oleh berbagai macam aspek sedangkan di desa sepertinya terlihat belum siap dan mampu untuk menerima perubahan itu. Sehingga ketidak rataan ini menyebabkan terjadinya kesenjangan budaya.
                  Keadaan seperti ini,memang memprihatinkan namun jika terus dibiarkan dan tidak diperhatikan maka akan menjadi masalah yang serius.Untuk itu menjadi PR kita bersama agar mencari solusi yang tepat untuk mengatasinya.


sumber: http://budagponti.blogspot.com/2011/05/kesenjangan-budayasiapa-yang-harus.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar